Judul Buku : Kitchen
Penulis : Banana Yoshimoto
Penerbit : KPG
Terbit : April 2009
Tebal : 204 Halaman
Dapur Pelebur Luka
“TEMPAT yang paling kusukai di dunia
ini adalah dapur. Aku suka sekali dapur yang kotor. Lebih bagus lagi kalau
dapur itu luas. Tentu menyenangkan mati di dapur…”
Kalimat-kalimat pembuka dalam novel
Kitchen tampak sederhana, namun begitu kuat membetot pembaca untuk menelusuri
kisah seorang gadis bernama Mikage Sakura yang menemukan kedamaian dari sebuah
ruang yang bernama dapur. Dapur sebenarnya bukan tempat yang istimewa, bahkan
sering kali tak dipedulikan. Karena dapur hanya tempat untuk menyajikan makanan
dan sering kali terlihat berantakan.
Namun, bagi Mikage, dapur menjadi
tempat yang istimewa. Atmosfernya selalu menghadirkan kedamaian dan
ketentraman. Kehadiran peralatan, seperti donburi (mangkuk), piring gratin,
cangkir, seakan menghadirkan kegembiraan dalam dirinya. Bahkan dia bisa
tertidur pulas di samping kulkas yang besar dan dingin, ketimbang di ranjang
yang empuk atau sofa yang mewah.
Kecintaannya terhadap dapur seakan
membunuh luka dan kepedihan hati setelah neneknya meninggal dunia. Sosok nenek
begitu dekat, karena sejak kecil Mikage telah ditinggal kedua orangtuanya.
Kepergian neneknya membuat dia kesepian di dalam apartemen yang luas di Tokyo .
Kecintaanya dengan dapur pun
membuatnya masuk dalam kehidupan sebuah keluarga yang pelik dan diselimuti
duka. Dia mengenal seorang pemuda tampan bernama Yuichi Tanabe dan ibunya Eriko
Tanabe. Setelah mengenal lebih jauh, ternyata Eriko sebenarnya adalah ayah
Yuichi bukan ibunya. Eriko mengubah penampilannya menjadi perempuan agar bisa
membesarkan anaknya, setelah istrinya meninggal.
Melalui dapur, ketiganya menjalin
interaksi yang hangat dan penuh aroma keceriaan. Sama hangatnya dengan berbagai
sajian makanan khas Jepang, seperti Botamochi, Oden, Tori Kishimen, yang
dihidangkan bersama Teh Houji. Kehangatan dan keceriaan ini membuat ketiganya
mampu melupakan kesedihan dan luka yang membayangi dalam kehidupan mereka.
Kisah Mikage dan kecintaannya terhadap
dapur, disajikan secara menarik dalam novel karya Banana Yoshimoto yang
diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG). Gaya bertutur yang dituangkan Banana
Yoshimoto yang memiliki nama asli Mahoko Yoshimoto begitu kuat. Dengan kalimat
yang singkat dan pilihan kata yang ‘menonjok’ membuat novel setebal 204 halaman
ini terasa mengalir.
Deskripsi yang disajikan pun nyata dan
mampu menarik dalam kehidupan masyarakat Jepang yang modern sekaligus kompleks.
Konflik yang dibangun pun ringan karena fokus pada pergulatan batin tokoh-tokoh
dalam novel ini yang ditinggalkan orang-orang terdekat dan dicintai. Walaupun
alurnya lambat, novel ini mampu menghanyutkan ke dalam nuansa melankolik.
Dalam novel ini, pembaca pun disajikan
kisah tambahan yang berjudul Moonlight Shadow. Dalam kisah keduanya ini, Banana
Yoshimoto menunjukkan kebolehannya mengolah konflik batin dalam nuansa romansa
yang mistis. Tokoh sentral dalam Moonlight Shadow adalah Satsuki, seorang gadis
yang kehilangan kekasihnya bernama Hitoshi karena meninggal dunia. Dia
bersahabat dengan adik kekasihnya bernama Shu yang kehilangan pujaan hatinya
Yumiko.
Kerinduan Satsuki pada Hitoshi coba
diobati dengan bertemu Shu yang memiliki kesamaan. Namun, Shu yang mengenang
kekasihnya yang meninggal kerap menggenakan pakaian seperti perempuan.
Keinginan keduanya untuk bertemu dengan kekasih mereka yang telah pergi begitu
kuat, sampai membawa ke dalam sebuah kejadian mistis. Akhir dan misteri apa
yang terjadi dalam dua kisah di novel ini menarik untuk diikuti. (wasis
wibowo)
Judul : Secret of Positive Thinking
Penulis : Albert Kurniawan
Penerbit : Abdika Press
Tebal : 156 Halaman
Terbit : September 2009
Rahasia dan Keajaiban Berpikir Positif
OPTIMISME adalah iman menuju ke arah keberhasilan. Adagium ini tampaknya begitu
pas untuk membangkitkan semangat menjalani kehidupan dan menghadapi berbagai
permasalahannya. Sebab, dalam optimisme terkandung perpaduan antara pikiran
positif dan keyakinan yang besar untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Berpikir positif menjadi salah satu bagian penting untuk menentukan
keberhasilan dalam kehidupan. Baik itu dalam membina hubungan dengan sesama
manusia, meraih prestasi, maupun mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Karena
itu, berpikir positif seharusnya menjadi gaya
hidup semua orang bila ingin sukses.
Menjadikan berpikir positif sebagai gaya
hidup, tentunya bukan hal yang aneh dan sulit. Karena semua orang dibekali
kemampuan yang sama untuk mengembangkan kemampuan berpikir positif. Apalagi,
kemampuan berpikir positif bisa dilatih secara perlahan dan mudah, sehingga
menjadi sebuah kebiasaan.
Dalam buku Secret of Positive Thinking karya Albert Kurniawan dihamparkan
secara detail cara mengembangkan kemampuan berpikir positif melalui cara yang
sederhana. Buku setebal 156 halaman yang diterbitkan Abdika Press (salah satu
lini penerbitan Grafindo Khazanah Ilmu) membedah rahasia kekuatan berpikir
positif untuk mencapai kesuksesan dalam karier dan membina rumah tangga.
Buku yang berisi sepuluh bagian ini tersusun secara terstruktur sehingga
memudahkan memahami tentang berpikir positif, cara mengembangkan kemampuan
berpikir positif, dan manfaat besar yang diperoleh dari berpikir positif.
Dengan tata bahasa yang mengalir dan popular penulis mampu menjelaskan berbagai
hal yang teknis menjadi gamblang dan mudah dipahami.
Ditambah adanya tabel, gambar, grafik, dan kuisioner sederhana, semakin
mempermudah mengetahui sejauh mana potensi dalam diri kita dalam mengembangkan
kemampuan berpikir positif. Tak ketinggalan disisipi kutipan kata-kata
pembangkit semangat yang mampu melecut kita untuk tidak pernah menyerah melihat
berbagai hal dari sisi positif.
Buku ini menyadarkan, betapa selama ini kita selalu terkungkung dengan pikiran
yang sempit dan cenderung melemahkan diri sendiri. Karena kita kerap selalu
mempercayai mitos-mitos yang salah dalam hidup, sehingga menutupi pikiran
positif.
Di antaranya, anggapan bahwa kecerdasan bersikap tetap dan tak bisa
dikembangkan. Dan, mengukur prestasi berdasarkan pada hal-hal yang tampak oleh
kasat mata. Padahal, bila kita mau terus berusaha dan belajar secara konsisten
dalam berbagai hal, maka kecerdasan bisa dikembangkan terus. Begitu juga dengan
tolok ukur prestasi, bila kita melihatnya berdasarkan hal yang terlihat secara
tak langsung kita telah membatasi kemampuan diri kita yang belum tergali.
Seperti kata pepatah yang mengatakan, “jangan pernah puas dengan kemampuan yang
Anda miliki sekarang. Galilah terus karena sebenarnya kita baru melihat
beberapa sisi dari dunia ini.” (wasis wibowo)
Judul : The Jack Welch Secrets
Penulis : Stuart Crainer
Penerbit : Daras Books
Tebal : 208 Halaman
Terbit : September 2009
Sepuluh Rahasia Sukses “Neutron” Jack
AGAR sebuah perusahaan bereputasi besar dan struktur organisasi yang kompleks
tetap dinamis, tak sekadar diperlukan sebuah perubahan tapi diperlukan lompatan
besar yang revolusioner. Biasanya perusahaan yang telah memiliki nama besar
dengan “postur” yang “tambun” cenderung bersikap moderat dan memilih menikmati
reputasi yang telah dibangun.
John Francis Welch Junior atau yang kemudian popular dengan sapaan Jack Welch
pun mengambil keputusan besar dan revolusioner begitu dirinya ditunjuk untuk
menjabat sebagai CEO dan chairman General Electric (GE) pada Desember 1980.
Penunjukkan pria asal Peabody ,
Massachusetts ini sebagai CEO GE
kedelapan saat berusia 45 tahun merupakan rekor tersendiri. Jack Welch
merupakan CEO termuda sepanjang sejarah 92 tahun GE.
Walaupun menyandang sebagai CEO termuda dan memegang kendali sebuah perusahaan
yang menjadi model keperkasaan korporat Amerika Serikat dan dikenal memiliki
teknik manajemen modern, Jack Welch tak mau terlena menikmati reputasi besar
GE. Sebaliknya, dia menilai GE yang begitu besar terlihat lambat bergerak,
walaupun ketika itu pendapatan bersihnya USD1,7 miliar dan pertumbuhan 9% per
tahun.
Jack Welch yang selama ini dikenal sebagai orang dalam GE, awalnya dianggap tak
akan banyak mengubah budaya kerja di perusahaan yang didirikan oleh Thomas Alva
Edison pada 1787 ini. Apalagi dia dipilih melalui proses pengkaderan yang
panjang dan dipersiapkan secara matang oleh pendahulunya, Reginald “Reg” Jones.
Namun, anggapan itu terbalik 180 derajat, Jack Welch malah membuat GE
berguncang dengan serangkaian gebrakan yang diambilnya.
Dalam kamus Jack Welch tak ada perubahan bertahap, semua dilakukan dengan
lompatan besar. Dia tak mau hanya diam di ruangan dan kursi empuk, sebaliknya
malah tak bisa diam dan turun ke bawah untuk memosisikan ulang keberadaan GE
agar adaptif dan kreatif. Dia berusaha membangkitkan potensi seluruh karyawan
untuk memastikan GE tetap dinamis.
Alhasil, pada 1997 saja total aset GE membengkak menjadi USD272,4 miliar dolar,
pendapatan total USD79,18 miliar. Itu belum termasuk laba yang dihasilkan
sebesar USD7,3 miliar dan membuat GE bernilai USD200 miliar. Dengan jumlah
karyawan yang lebih ramping sekitar 260.000 orang di seluruh dunia.
Padahal ketika pertama kali menjadi CEO pada 1981, aset GE hanya USD20 miliar
dan revenue USD27,24 miliar. Laba yang dihasilkan saat itu hanya USD1,65 miliar
dan nilai GE hanya USD12 miliar. Padahal karyawannya saat itu lebih banyak
sekitar 440.000 orang di seluruh dunia.
Saat menjelang lengser pada tahun 2000, pendapatan GE telah mencapai USD129.853
miliar dan laba USD12.735 miliar. Kapitalisasi GE pada April 2000 adalah yang
tertinggi di dunia sekitarUSD518 miliar. Dengan jumlah karyawan 313.000 orang,
memiliki 250 pabrik di 26 negara dan beroperasi di lebih 100 negara.
Kunci sukses Jack Welch selama 20 tahun memimpin GE dikupas secara apik dalam
buku The Jack Welch Secrets karya Stuart Crainer. Buku setebal 208 halaman yang
diterbitkan Daras Books secara lugas menuturkan sepuluh kunci sukses
kepemimpinan Jack Welch. Buku ini membuat kita bisa memahami sikap keras Jack
Welch dalam memimpin yang membuatnya dijuluki “Neutron Jack”.
Betapa tidak, Jack Welch dikenal sebagai CEO paling keras di masanya. Baru
empat tahun duduk di tampuk pimpinan GE, dia sudah mengurangi (downsizing)
hampir 200.000 karyawan. Lalu, pada tahun 1989 sekitar 100.000 karyawan pun
meninggal GE, sehingga membuat banyak pihak khawatir dengan masa perusahaan
legendaris ini karena kehilangan banyak potensi besar.
Namun, di sini Jack Welch membuktikan kepiawaiannya. Dengan jumlah karyawan
yang ramping dan organisasi perusahaan yang sederhana, dia mampu melejitkan
kinerja GE. Dengan konsep Work Out dan Sigma Six, dia berhasil mengoptimalkan
kreativitas karyawan. Karena dia tak segan-segan mendidik langsung bawahannya
dan menyediakan seperempat waktu kerjanya untuk melatih mereka.
Hal itu membuat dia cepat menangkap ide kreatif dari karyawan dari setiap
lapisan dan memastikan kualitas setiap produk GE. Bagi Jack Welch bisnis berisi
ide dan produk berkualitas. Jadi pahlawan dalam bisnis adalah orang punya
kreativitas dan mampu mewujudkan menjadi produk berkualitas.
Dia pun tak segan-segan mengaji tinggi karyawannya untuk mendapat ide terbaik
dan siap menghadapi tekanan yang berat. Bukan sekadar mengandalkan loyalitas
karyawan untuk memajukan GE. “Kualitas seseorang dilihat dari ide dan kemampuan
mewujudkannya, bukan loyalitasnya. Kalau loyalitas dianggap sebagai kualitas
seseorang, maka kualitas itu buta,” tandas Jack Welch. (wasis wibowo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar