Rabu, 24 April 2013

CONTOH RESENSI



Judul Buku : Kitchen
Penulis : Banana Yoshimoto
Penerbit : KPG
Terbit : April 2009
Tebal : 204 Halaman


Dapur Pelebur Luka
     “TEMPAT yang paling kusukai di dunia ini adalah dapur. Aku suka sekali dapur yang kotor. Lebih bagus lagi kalau dapur itu luas. Tentu menyenangkan mati di dapur…”
     Kalimat-kalimat pembuka dalam novel Kitchen tampak sederhana, namun begitu kuat membetot pembaca untuk menelusuri kisah seorang gadis bernama Mikage Sakura yang menemukan kedamaian dari sebuah ruang yang bernama dapur. Dapur sebenarnya bukan tempat yang istimewa, bahkan sering kali tak dipedulikan. Karena dapur hanya tempat untuk menyajikan makanan dan sering kali terlihat berantakan.
Namun, bagi Mikage, dapur menjadi tempat yang istimewa. Atmosfernya selalu menghadirkan kedamaian dan ketentraman. Kehadiran peralatan, seperti donburi (mangkuk), piring gratin, cangkir, seakan menghadirkan kegembiraan dalam dirinya. Bahkan dia bisa tertidur pulas di samping kulkas yang besar dan dingin, ketimbang di ranjang yang empuk atau sofa yang mewah.
     Kecintaannya terhadap dapur seakan membunuh luka dan kepedihan hati setelah neneknya meninggal dunia. Sosok nenek begitu dekat, karena sejak kecil Mikage telah ditinggal kedua orangtuanya. Kepergian neneknya membuat dia kesepian di dalam apartemen yang luas di Tokyo .
     Kecintaanya dengan dapur pun membuatnya masuk dalam kehidupan sebuah keluarga yang pelik dan diselimuti duka. Dia mengenal seorang pemuda tampan bernama Yuichi Tanabe dan ibunya Eriko Tanabe. Setelah mengenal lebih jauh, ternyata Eriko sebenarnya adalah ayah Yuichi bukan ibunya. Eriko mengubah penampilannya menjadi perempuan agar bisa membesarkan anaknya, setelah istrinya meninggal.
     Melalui dapur, ketiganya menjalin interaksi yang hangat dan penuh aroma keceriaan. Sama hangatnya dengan berbagai sajian makanan khas Jepang, seperti Botamochi, Oden, Tori Kishimen, yang dihidangkan bersama Teh Houji. Kehangatan dan keceriaan ini membuat ketiganya mampu melupakan kesedihan dan luka yang membayangi dalam kehidupan mereka.
     Kisah Mikage dan kecintaannya terhadap dapur, disajikan secara menarik dalam novel karya Banana Yoshimoto yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG). Gaya bertutur yang dituangkan Banana Yoshimoto yang memiliki nama asli Mahoko Yoshimoto begitu kuat. Dengan kalimat yang singkat dan pilihan kata yang ‘menonjok’ membuat novel setebal 204 halaman ini terasa mengalir.
     Deskripsi yang disajikan pun nyata dan mampu menarik dalam kehidupan masyarakat Jepang yang modern sekaligus kompleks. Konflik yang dibangun pun ringan karena fokus pada pergulatan batin tokoh-tokoh dalam novel ini yang ditinggalkan orang-orang terdekat dan dicintai. Walaupun alurnya lambat, novel ini mampu menghanyutkan ke dalam nuansa melankolik.
     Dalam novel ini, pembaca pun disajikan kisah tambahan yang berjudul Moonlight Shadow. Dalam kisah keduanya ini, Banana Yoshimoto menunjukkan kebolehannya mengolah konflik batin dalam nuansa romansa yang mistis. Tokoh sentral dalam Moonlight Shadow adalah Satsuki, seorang gadis yang kehilangan kekasihnya bernama Hitoshi karena meninggal dunia. Dia bersahabat dengan adik kekasihnya bernama Shu yang kehilangan pujaan hatinya Yumiko.
     Kerinduan Satsuki pada Hitoshi coba diobati dengan bertemu Shu yang memiliki kesamaan. Namun, Shu yang mengenang kekasihnya yang meninggal kerap menggenakan pakaian seperti perempuan. Keinginan keduanya untuk bertemu dengan kekasih mereka yang telah pergi begitu kuat, sampai membawa ke dalam sebuah kejadian mistis. Akhir dan misteri apa yang terjadi dalam dua kisah di novel ini menarik untuk diikuti. (wasis wibowo)


Judul : Secret of Positive Thinking
Penulis : Albert Kurniawan
Penerbit : Abdika Press
Tebal : 156 Halaman
Terbit : September 2009

Rahasia dan Keajaiban Berpikir Positif

     OPTIMISME adalah iman menuju ke arah keberhasilan. Adagium ini tampaknya begitu pas untuk membangkitkan semangat menjalani kehidupan dan menghadapi berbagai permasalahannya. Sebab, dalam optimisme terkandung perpaduan antara pikiran positif dan keyakinan yang besar untuk meraih masa depan yang lebih baik.

     Berpikir positif menjadi salah satu bagian penting untuk menentukan keberhasilan dalam kehidupan. Baik itu dalam membina hubungan dengan sesama manusia, meraih prestasi, maupun mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Karena itu, berpikir positif seharusnya menjadi gaya hidup semua orang bila ingin sukses.

     Menjadikan berpikir positif sebagai gaya hidup, tentunya bukan hal yang aneh dan sulit. Karena semua orang dibekali kemampuan yang sama untuk mengembangkan kemampuan berpikir positif. Apalagi, kemampuan berpikir positif bisa dilatih secara perlahan dan mudah, sehingga menjadi sebuah kebiasaan.

     Dalam buku Secret of Positive Thinking karya Albert Kurniawan dihamparkan secara detail cara mengembangkan kemampuan berpikir positif melalui cara yang sederhana. Buku setebal 156 halaman yang diterbitkan Abdika Press (salah satu lini penerbitan Grafindo Khazanah Ilmu) membedah rahasia kekuatan berpikir positif untuk mencapai kesuksesan dalam karier dan membina rumah tangga.

     Buku yang berisi sepuluh bagian ini tersusun secara terstruktur sehingga memudahkan memahami tentang berpikir positif, cara mengembangkan kemampuan berpikir positif, dan manfaat besar yang diperoleh dari berpikir positif. Dengan tata bahasa yang mengalir dan popular penulis mampu menjelaskan berbagai hal yang teknis menjadi gamblang dan mudah dipahami.

     Ditambah adanya tabel, gambar, grafik, dan kuisioner sederhana, semakin mempermudah mengetahui sejauh mana potensi dalam diri kita dalam mengembangkan kemampuan berpikir positif. Tak ketinggalan disisipi kutipan kata-kata pembangkit semangat yang mampu melecut kita untuk tidak pernah menyerah melihat berbagai hal dari sisi positif.

     Buku ini menyadarkan, betapa selama ini kita selalu terkungkung dengan pikiran yang sempit dan cenderung melemahkan diri sendiri. Karena kita kerap selalu mempercayai mitos-mitos yang salah dalam hidup, sehingga menutupi pikiran positif.

     Di antaranya, anggapan bahwa kecerdasan bersikap tetap dan tak bisa dikembangkan. Dan, mengukur prestasi berdasarkan pada hal-hal yang tampak oleh kasat mata. Padahal, bila kita mau terus berusaha dan belajar secara konsisten dalam berbagai hal, maka kecerdasan bisa dikembangkan terus. Begitu juga dengan tolok ukur prestasi, bila kita melihatnya berdasarkan hal yang terlihat secara tak langsung kita telah membatasi kemampuan diri kita yang belum tergali.

    Seperti kata pepatah yang mengatakan, “jangan pernah puas dengan kemampuan yang Anda miliki sekarang. Galilah terus karena sebenarnya kita baru melihat beberapa sisi dari dunia ini.” (wasis wibowo)




Judul : The Jack Welch Secrets
Penulis : Stuart Crainer
Penerbit : Daras Books
Tebal : 208 Halaman
Terbit : September 2009

Sepuluh Rahasia Sukses “Neutron” Jack

     AGAR sebuah perusahaan bereputasi besar dan struktur organisasi yang kompleks tetap dinamis, tak sekadar diperlukan sebuah perubahan tapi diperlukan lompatan besar yang revolusioner. Biasanya perusahaan yang telah memiliki nama besar dengan “postur” yang “tambun” cenderung bersikap moderat dan memilih menikmati reputasi yang telah dibangun.

     John Francis Welch Junior atau yang kemudian popular dengan sapaan Jack Welch pun mengambil keputusan besar dan revolusioner begitu dirinya ditunjuk untuk menjabat sebagai CEO dan chairman General Electric (GE) pada Desember 1980. Penunjukkan pria asal Peabody, Massachusetts ini sebagai CEO GE kedelapan saat berusia 45 tahun merupakan rekor tersendiri. Jack Welch merupakan CEO termuda sepanjang sejarah 92 tahun GE.

     Walaupun menyandang sebagai CEO termuda dan memegang kendali sebuah perusahaan yang menjadi model keperkasaan korporat Amerika Serikat dan dikenal memiliki teknik manajemen modern, Jack Welch tak mau terlena menikmati reputasi besar GE. Sebaliknya, dia menilai GE yang begitu besar terlihat lambat bergerak, walaupun ketika itu pendapatan bersihnya USD1,7 miliar dan pertumbuhan 9% per tahun.

     Jack Welch yang selama ini dikenal sebagai orang dalam GE, awalnya dianggap tak akan banyak mengubah budaya kerja di perusahaan yang didirikan oleh Thomas Alva Edison pada 1787 ini. Apalagi dia dipilih melalui proses pengkaderan yang panjang dan dipersiapkan secara matang oleh pendahulunya, Reginald “Reg” Jones. Namun, anggapan itu terbalik 180 derajat, Jack Welch malah membuat GE berguncang dengan serangkaian gebrakan yang diambilnya.

     Dalam kamus Jack Welch tak ada perubahan bertahap, semua dilakukan dengan lompatan besar. Dia tak mau hanya diam di ruangan dan kursi empuk, sebaliknya malah tak bisa diam dan turun ke bawah untuk memosisikan ulang keberadaan GE agar adaptif dan kreatif. Dia berusaha membangkitkan potensi seluruh karyawan untuk memastikan GE tetap dinamis.

     Alhasil, pada 1997 saja total aset GE membengkak menjadi USD272,4 miliar dolar, pendapatan total USD79,18 miliar. Itu belum termasuk laba yang dihasilkan sebesar USD7,3 miliar dan membuat GE bernilai USD200 miliar. Dengan jumlah karyawan yang lebih ramping sekitar 260.000 orang di seluruh dunia.

     Padahal ketika pertama kali menjadi CEO pada 1981, aset GE hanya USD20 miliar dan revenue USD27,24 miliar. Laba yang dihasilkan saat itu hanya USD1,65 miliar dan nilai GE hanya USD12 miliar. Padahal karyawannya saat itu lebih banyak sekitar 440.000 orang di seluruh dunia.

     Saat menjelang lengser pada tahun 2000, pendapatan GE telah mencapai USD129.853 miliar dan laba USD12.735 miliar. Kapitalisasi GE pada April 2000 adalah yang tertinggi di dunia sekitarUSD518 miliar. Dengan jumlah karyawan 313.000 orang, memiliki 250 pabrik di 26 negara dan beroperasi di lebih 100 negara.

     Kunci sukses Jack Welch selama 20 tahun memimpin GE dikupas secara apik dalam buku The Jack Welch Secrets karya Stuart Crainer. Buku setebal 208 halaman yang diterbitkan Daras Books secara lugas menuturkan sepuluh kunci sukses kepemimpinan Jack Welch. Buku ini membuat kita bisa memahami sikap keras Jack Welch dalam memimpin yang membuatnya dijuluki “Neutron Jack”.

     Betapa tidak, Jack Welch dikenal sebagai CEO paling keras di masanya. Baru empat tahun duduk di tampuk pimpinan GE, dia sudah mengurangi (downsizing) hampir 200.000 karyawan. Lalu, pada tahun 1989 sekitar 100.000 karyawan pun meninggal GE, sehingga membuat banyak pihak khawatir dengan masa perusahaan legendaris ini karena kehilangan banyak potensi besar.

     Namun, di sini Jack Welch membuktikan kepiawaiannya. Dengan jumlah karyawan yang ramping dan organisasi perusahaan yang sederhana, dia mampu melejitkan kinerja GE. Dengan konsep Work Out dan Sigma Six, dia berhasil mengoptimalkan kreativitas karyawan. Karena dia tak segan-segan mendidik langsung bawahannya dan menyediakan seperempat waktu kerjanya untuk melatih mereka.

     Hal itu membuat dia cepat menangkap ide kreatif dari karyawan dari setiap lapisan dan memastikan kualitas setiap produk GE. Bagi Jack Welch bisnis berisi ide dan produk berkualitas. Jadi pahlawan dalam bisnis adalah orang punya kreativitas dan mampu mewujudkan menjadi produk berkualitas.

    Dia pun tak segan-segan mengaji tinggi karyawannya untuk mendapat ide terbaik dan siap menghadapi tekanan yang berat. Bukan sekadar mengandalkan loyalitas karyawan untuk memajukan GE. “Kualitas seseorang dilihat dari ide dan kemampuan mewujudkannya, bukan loyalitasnya. Kalau loyalitas dianggap sebagai kualitas seseorang, maka kualitas itu buta,” tandas Jack Welch. (wasis wibowo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar